Recent Articles

Selasa, 30 Januari 2018

Dalih Pak Polisi



 3 November 2014


98, 98, 97, 96, 95 menyala merah lampu lalu lintas menghitung mundur. Tanda pengemudi harus berhenti hingga lampu menghijau. saya pun menekan kaki kanan pada pedal rem, disusul pa polisi dengan matik biru persis sebelah kanan saya. Saya mendapati pa polisi santai berkendara dengan tangan kiri memegang buku batik ungu ukuran 16x 21 cm. Terlihat pa polisi tidak bisa memegang stang kiri dengan sempurna lantaran tangan kiri yang menggenggam buku tersebut.
“Pak.. Pak..!” Ku panggil pa polisi tersebut.
Pak polisi belum juga menoleh, saya coba panggil lagi..
                “pak.. pak..”, pak polisi mendengar panggilan saya dan menengok
                “pak, kalo bapa pegang buku seperti itu bapak ngeremnya bagaimana..?, tanyaku
Pak polisi pun tersenyum, tergambar rona malu di wajahnya. Entah mencari-cari apa, tatapan bola mata pa polisi berpindah-pindah dari stang kiri, buku, stang kanan, kemudia pa polisi menjawab
                “kan masih bisa pake rem kanan”, jawabnya lega, seolah berhasil menenumkan jawaban yang brilian.
“ga safety lah pa, itu kan rem depan..” ku menimpali cepat.
Kini pa polisi mencoba-coba cara baru agar bisa mengerem roda belakang , walau tangan kirinya menggenggam buku..
                “ini bisa ngerem..” jawabnya bernada solutif sambil menunjukan tangan kirinya tetap bisa mengerem sambil menggenggam buku.
Mendengar jawabanya, saya hanya mengernyitkan dahi dengan kepala di tarik kebelakang  tiga senti meter sebagai ekspresi keheranan. Melihat ekspresi saya, polisi itupun menyadari tindakanya yang tidak baik untuk di contoh. Akhirnya pa Polisi itu bertanya,
                “terus gimana coba..?
                “Pake tas pa, kaya saya ni..” sambil menunjukan tas kusam model selempang kesayangan saya.
                “Tadi ada kecelakaan, jadi saya harus buru-buru bawa buku ini untuk pencatatan” dalih pak polisi
Saya pun terdiam dan kembali menatap angka yang semakin rendah nilainya di papan lampu lalu lintas, sambil membatin,
“Pak Polisi – pak polisi… Bisa saja berdalih, padahal saat saya di tilang alasan apapun tidak didengarkan ..!”
sewaktu TK saya adalah salah satu yang menidolakan profesimu. Tugas mulia, seragam gagah, badan tegap dengan lencana, bordir dan berbagai aksesoris yang menambah kesan keren. Namun setelah saya tumbuh besar kekaguman itu sirna, saya mulai paham mengapa citra pengayom masyarakat menjadi begitu buruk. Budaya korupsi, kolusi dan nepotismu melekat dari hulu hingga hilir. Labelmu pun beragam dari pengemis berseragam hingga preman berseragam. Permasalahan kusut di dunia kepolisian memang sudah sistematis, diawali dari perekrutan anggota baru yang mengharuskan pendaftar merogoh kocek berkisar puluhan hingga ratusan juta rupiah, hingga ketika sudah menjadi anggota polisi yang di pikirkan adalah bagaimana agar balik modal. Kualifikasi ideal di tutup oleh sogokan rupiah. Perilaku buruk petingginya pun semakin membuat masyarakat tidak percaya, seperti kasus korupsi simulator SIM yang setelah diselidiki pelakunya memiliki kekayaan yang mencengangkan.

“Borok-borok” yang menjalar hampir diseluruh tubuh kepolisisan indonesia tidak berarti semua polisi Indonesia berprilaku buruk. Citra kepolisian Indonesia yang rusak diakibatkan olek oknum-oknum kepolisian yang tidak bertanggung jawab. Karena jumlah oknum-oknum yang berprilaku buruk besar, besar juga ketidak percayaan masyarakat. Masih ada polisi-polisi yang memiliki integritas dan semoga saja meraka bisa konsisten dan diberi keberanian untuk mengobati borok-borok yang sudah parah.

Immawan Bicara Pacaran



 2 Desember 2014


Cinta, sebuah kata yang hampir tidak pernah absen dalam perbincangan berbagai  lini kehidupan. Tidak hanya dikalangan orang dewasa, kini anak-anak pun fasih melafalkannya. Fenomena yang marak adalah kata-kata “chiye-chiye” yang biasa ditujukan untuk orang atau pasangan yang memiliki tendensi bercinta. Fenomena ini bisa menjadi indikasi bahwa ketertarikan antara lawan jenis bukan menjadi hal tabu yang dibicarakan secara terbuka.

“Witing tresno jalaran soko kulino”, begitu pepatah jawa mengatakan yang kurang lebih artinya cinta tumbuh karena biasa. Biasa bertemu, biasa berkomunikasi, biasa bekerja sama, dan lain sebagainya. Ketertarikan terhadap lawan jenis adalah suatu fitrah manusia anugrah Allah SWT. Yang jadi pertanyaan, untuk apa Allah menganugerahkan rasa itu dan bagaimana mengarahkanya..? Benarkah jika anugerah itu di tindak lanjuti dengan pacaran..??
Pembahasan pacaran pernah di terbitkan pada Suara Muhammadiyah tahun 2003. Berikut isinya:
 “Pacaran” dalam kamus bahasa Indonesia mempunyai beberapa arti (Purwodarminto, 1976) :
  1. Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, bersuka-sukaan mencapai apa yang disenangi mereka.
  2. Pacaran berarti “bergendak” yang sama artinya dengan berkencan atau berpasangan untuk berzina.
  3. Pacaran berarti berteman dan saling menjajaki kemungkinan untuk mencari jodoh berupa suami atau istri.
Pacaran menurut arti pertama dan kedua jelas dilarang oleh agama Islam, berdasarkan nash:
Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Al Isra:32)
Hadits:
 “Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw berkhutbah, ia berkata: Jangan sekali-kali seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan kecuali beserta ada mahramnya, dan janganlah seorang perempuan melakukan musafir kecuali beserta  ada mahramnya” (muttafaq alaihi)


Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah dengan arti bahwa suatu perbuatan yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah agar kaum muslimin melakukannya. Orang yang anti perkawinan dicela oleh Rasulullah, berdasarkan hadits:
“Dari Anas ra. Bahwasanya Nabi saw berkata: …tetapi aku, sesungguhnya aku salat, tidur, berbuka dan mengawini perempuan, maka barangsiapa yang benci sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku”
Pada umumnya suatu perkawinan terjadi setelah melalui beberapa proses, yaitu proses sebelum terjadi akad nikah, proses akad nikah dan proses setelah terjadi akad nikah. Proses sebelum terjadi akad nikah melalui beberapa tahap, yaitu tahap penjajakan, tahap peminangan dan tahap pertunangan.

Tahap penjajakan mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan atau sebaliknya, atau pihak keluarga masing-masing. Rasulullah memerintahkan agar pihak-pihak yang melakukan perkawinan melihat atau mengetahui calon jodoh yang akan dinikahinya, berdasarkan hadits:
 “Dari Abu Hurairah ra ia berkata: berkata seorang laki-laki sesungguhnya ia telah meminang seorang permpuan Anshar, maka berkata Rasulullah kepadanya: “Apakah engkau telah melihatnya? Laki-laki itu menjawab: “Belum”. Berkata Rasulullah: “Pergilah dan perhatikan ia, maka sesungguhnya pada mata perempuan Anshor ada sesuatu” (HR. an-Nasa’i, Ibnu Majah, at-Tirmizi, dan dinyatakannya sebagai hadits hasan)

Rasulullah saw memerintahkan agar kaum muslimin laki-laki dan perempuan sebelum memutuskan untuk meminang calon jodohnya agar berusaha memilih jodoh yang mungkin berketurunan, sebagaimana dinyatakan pada hadits:
 “Dari Anas ra. Rasulullah saw memerintahkan (kaum muslimin) agar melakukan perkawinan dan sangat melarang hidup sendirian (membujang). Dan berkata: Kawinilah olehmu wanita yang pencinta dan peranak, maka sesungguhnya aku bermegah-megah dengan banyaknya kamu di hari kiamat”

Dari kedua hadits diatas dipahami bahwa ada masa penjajakan untuk memilih calon suami atau isteri sebelum menetapkan keputusan untuk malakukan peminangan. Penjajakan ini mungkin dilakukan oleh pihak laki-laki atau pihak perempuan atau keluarga mereka. Jika dalam penjajakan ini ada pihak yang diabaikan terutama calon isteri atau calon suami maka yang bersangkutan boleh membatalkan pinangan akan perkawinan tersebut, berdasarkan hadits:
 “Dari Ibnu Abbas, ra, bahwasanya Rasululah saw bersabda: Orang yang tidak mempunyai jodoh lebih berhak terhadap (perkawinan) dirinya dibanding walinya, dan gadis dimintakan perintah untuk perkawinannya dan (tanda) persetujuannya ialah diamnya” (muttafaq alaih)
Dan hadits:
“Dari Ibnu Abbas ra, sesungguhnya jariah seorang gadis datang menghadap rasulullah saw dan menyampaikan bahwa bapaknya telah mengawinkannya dengan seorang laki-laki, sedang ia tidak menyukainya. Maka Rsulullah saw menyuruhnya untuk memilih (apakah menerima atau tidak)”. (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan ad-Daraquthni)
Masa penjajakan ini dapat disamakan dengan masa pacaran menurut pengertian ketiga di atas. Setelah masa pacaran dilanjutkan dengan masa meminang, jika peminangan diterima maka jarak antara masa peminangan dan masa pelaksanaan akad nikah disebut masa pertunangan. Pada masa pertunangan ini masing-masing pihak harus menjaga diri mereka masing-masing karena hukum hubungan mereka sama dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad nikah.
Rasulullah saw memberi tuntunan bagi orang yang dalam masa pacaran atau dalam masa petunangan sebagi berikut:
  1. Pada masa pacaran atau masa pertunangan antara mereka yang bertunangan dan pacaran adalah seperti hubungan orang-orang yang tidak ada hubungan mahram atau belum melaksanakan akad nikah, karena itu mereka harus:
  2. Memelihara matanya agar tidak melihat aurat pacar atau tunangannya, begitu pula wanita atau laki-laki yang lain. Melihat saja dilarang tentu lebih dilarang lagi merabanya.
  3. Memelihara kehormatannya atau kemaluannya agar tidak mendekati perbuatan zina.
  4. Untuk menjaga ‘a’ dan ‘b’ dianjurkan sering melakukan puasa-puasa sunat, karena melakukan puasa itu merupakan perisai baginya. Hal diatas dipahami dari hadits:
“Dari Ibnu Mas’ud ra berkata,  Rasulullah saw mengatakan kepada kami: Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup melaksanakan akad nikah, hendaklah melaksanakannya. Maka sesungguhnya melakukan akad nikah itu (dapat) menjaga pandangan dan memlihar farj (kemaluan), dan barangsiapa yang belum sanggup hendaklah ia berpuasa (sunat), maka sesunguhnya puasa itu perisai baginya” (muttafaq alaih)

      Dari penjelasan diatas penulis berkesimpulan:
  1. Pacaran yang diperbolehkan adalah berteman dan saling menjajaki untuk mencari jodoh berupa suami atau istri. Berteman tidak harus ada ikatan atau komitmen.
  2. Pada umumnya sebelum pernikahan terdapat beberapa tahapan, yaitu tahap penjajakan dan tahap peminangan yang keduanya memiliki beberapa metode dan syarat tertentu.
  3. Hukum hubungan mereka sama dengan hubungan orang-orang yang belum terikat dengan akad nikah (tidak melihat aurat, menyentuh atau hal-hal lain yang mendekatkan pada zina).
Wallahu a'lam bishawab.

BerIMM = Berbahagia




Darunnajah, 20Juli 2014


Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah merupakan Organisasi Otonom Muhammadiyah yang bertujuan mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiayiyah. Dari Anggaran Dasar IMM BAB III pasal 7 tersebut tertulis jelas bahwa harapanya output pendidikan di IMM adalah akademisi-akademisi (baca:mahasiswa) dengan tingkah laku terpuji, tabiat yang baik, prilaku yang santun menurut presepsi Islam, atau biasa disebut profetik, karena bercermin dari uswatun hasanah, Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassallam. Selanjutnya akademisi Islam tersebut dibentuk untuk menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sesuai Anggaran Dasar Muhammadiayah BAB III Pasal 6 sebagai Maksud dan Tujuan Muhammadiyah. Dari uraian diatas, dapat di cermati bahwa IMM memiliki tujuan agung nan mulia, yang mana untuk mewujudkanya perlu kerja ekstra mengingat kondisi zaman yang penuh tantangan.

Walaupun tujuan IMM begitu agung dan mulia, IMM tidak selektif dalam mendapatkan input dalam kurikulum pendidikannya. Semua mahasiwa dengan background apapun mempunyai hak yang sama untuk berproses di IMM. Tidak memilih bibit dalam pengaderan, karena dalam IMM semua manusia adalah hamba sekaligus khalifah yang berpeluang sama menjadi umat terbaik.

Berproses di IMM merupakan perjalanan yang tidak singkat, butuh kesabaran, kemauan dan semangat juang tinggi. Mengingat pendidikan di IMM tidak menggunakan metode doktrinisasi yang memaksa anggotanya untuk berbuat sesuatu atau meninggalkan sesuatu. IMM sangat menjunjung kesadaran dan pemahaman individu. IMM hanya yad’una ilal khoir,menyeru pada kebaikan. Selebihnya hidayah Allahlah yang berhak mengetuk pintu hati manusia.

Salah satu hal yang lumrah dijumpai dalam organisasi ini adalah berbagai tipologi kader. Disetiap periode selalu ada yang militan ada juga yang “gondal-gandul”, dengan kuantitas dan kualitas yang fluktuatif. Militansi kader bisa dinilai dari keberpihakannya, ditinjau sejauh mana kader tersebut menganggap IMM sebagai sesuatu yang penting. Selanjutnya, dalam tulisan ini satu-persatu penulis mencoba memberikan sedikit gambaran Kenapa IMM itu penting.
  1. IMM adalah Kamu
Tidak sedikit yang beranggapan, ketika mengikuti organisasi maka akan menurunkan prestasi akademik. Ada juga yang beranggapan IMM hanya cocok untuk mahasiswa jurusan non eksak, seperti sosial, agama dan humaniora. Kedua pemahaman sesat ini perlu diluruskan. Memang ada aktivis IMM yang berIPK rendah atau bahkan bermenjadi MABA (Mahasiswa Abadi). Namun jumlahnya tidak seberapa jika dibandingkan kader IMM yang tetap berprestasi gemilang. Aktivis IMM yang berIPK rendah dan yang tak kunjung lulus tidak bisa dilihat dari satu sisi saja, perlu ditilik faktor-faktor penyebabnya. Biasanya karena harus disambi bekerja, ada juga karena idealisme yang tinggi dan menganggap sistem pendidikan indonesia yang tidak manusiawi sehingga mempunyai jalan sendiri dalam menempuh proses perkuliahan, karena kemalasan dan tidak bisa memenegemen diri, atau alasan yang lain. Jadi bukan karena IMMnya, melainkan kembali pada individunya. IMM dengan Triloginya jelas memformulasikan tiga elemen yang menjadi kebutuhan mutlak akademisi islam. (Intelektualitas, Humanitas, Religiusitas). Salah satu sasaran personal dalam GBHO IMM juga menyebutkan “terbinanya kualitas kader dan pimpinan IMM yang terlatih dan terampil dalam menjalankan perannya ditengah-tengah masyarakat sesuai dengan program, keahlian dan pilihan kerjanya”. Jadi tidak ada alasan untuk menuduh IMM hanya cocok untuk jurusan tertentu, karena IMM adalah kamu. Kegiatan IMM pun sangat fleksibel, dari Mendaki gunung, riset, bakti sosial, seminar, kajian, diskusi, seni dan sebagainya sesuai keinginan dan kebutuhan. Hal tersebut juga sebagai cermin Islam komprehensif yang tidak terdikotomi dengan urusan dunia. Maka dari itu Inovasi dan kreatifitas perlu diperas dari kepala dan dicurahkan sebanyak-banyaknya untuk menciptakan IMM dengan kultur yang "kamu banget" tanpa mengesampingkan tujuan utama.
  1. IMM sebagai Periasai
Ketika seorang mahasiswa memutuskan untuk menjadi kader Muhammadiyah, maka dengan sendirinya terlindung dari hal-hal yang negatif. Hal itu disebabkan beberapa hal.Pertama, rutinitas yang akan mempertemukan dan memperkenalkan dengan orang-orang yang mempunyai keinginan berorganisasi dengan patron islami secara otomatis membawa anggotanya dalam lingkungan yang islami pula. Dalil ketularan wangi jika bergaul dengan tukang penjual minyak wangi berlaku disini. Kedua, pandangan dari luar akan melabeli anggota IMM sebagai pribadi yang religius. Label yang mau tidak mau, suka tidak suka melekat ini menjadi “beban” dan memaksa anggotanya untuk menjaga marwah dirinya sendiri dan marwah ikatan. Biasanya menimbulkan rasa gelisah dan tidak enak hati ketika melakukan hal-hal yang menciderai citra islami yang disandang.
  1. IMM adalah organisai seumur hidup
Sebagai organisasi pergerakan, IMM tidak hanya mengisi periode kepengurusanya dengan program kerja dan tugas-tugas kampus. Meniupkan ruh ideologi Muhammadiyah pada anggotanya, menajamkan nalar intelektual dan kepedulian sosial menjadi agenda utama. Sebuah agenda yang hanya menjadi ilusi ketika tidak dibarengi dengan kesunguhan pimpinan. Sudah barang tentu bukan perkara kecil, apalagi dengan heterogenitas input yang menjadi tantangan, terutama bagi pimpinan untuk menjadikan IMM sebuah mesin pemroses manusia serba canggih, yang mana mampu menghasilkan output terbaik dari bahan apapun. Inilah yang paling membedakan dengan BEM, HM, DPM dan UKM. Ketika kepengurusan berganti, berganti pula haluannya. Di IMM ketika kepengurusan berganti, hanya kulturnya yang bisa berubah. Tidak untuk haluan dan ideologi. Hal tersebut lah yang membuat alumni-alumni IMM tetap terikat dalam ikatan berbingkai ideologi. Dan ideologi tersebut melekat sebagai bekal menyikapi kehidupan sebagai manusia seutuhnya. Sesuai statement buya Safii Maarif, “kerja intelektual adalah kerja seumur hidup”.
  1. IMM adalah amal jariyah
Dunia ini hanyalah senda gurau, permainan. Garis finish kemenangannya yang di kejar adalah surga sebagai implikasi dari ridla dan rahmat Allah. Surga yang disediakan bagi pemenang pun bermacam-macam levelnya, yang mana surga VIP sebagai level tetinggi adalah surganya para nabi. Analogi sederhana, manusia bisa masuk surga dengan beribadah rutin. Artinya untuk mencapai surga dengan level tinggi, maka ibadah yang dilakukan harus memiliki intensitas yang tinggi pula. Namun ada kabar gembira, Allah menyediakan paket ibadah spesial yang mana pahala ibadah tersebut tetap mengalir walaupun pelakunya sudah tidak melakukanya, bahkan pelakunya sudah meninggal dunia sekalipun. Paket ibadah spesial tersebut dinamakan Amal Jariyah. Yang dalam hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, Nasa’i dan Ahmad disebutkan ada tiga, yaitu shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya. Dalil selanjutnya riwayat dari Muslim yang berbunyi, “Barangsiapa yang menunjukkan (mengajarkan) suatu kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala pengamalnya. (HR. Muslim)”. IMM adalah distributor paket ibadah spesial yang memiliki banyak kelebihan dalam hal ini. Perjuangan estafet dari periode ke periode ditambah kerja intelektual seumur hidup dimanapun, siapapun, dan apapun menjadi pohon kebaikan yang memiliki dahan dan ranting pahala begitu majemuk.
  1. IMM adalah rumah besar
Sebagai anak kandung Muhammadiyah, IMM memiliki peran strategis dalam persyarikatan ini. Selain sebagai eksponen Muhammadiyah dalam ranah kemahasiswaan, IMM juga membidani lahirnya embrio pemimpin-pemimpin Muhammadiyah masa depan. Hal ini menjadi kerangka baku, karena mengabaikan IMM sama saja mengabaikan Muhammadiyah. Dari sini kader IMM boleh berbangga karena memiliki rumah yang besar. Muhammadiyah sebagai organisasi yang digadang-gadang sebagai organisasi paling modern di dunia, dengan perkembangan yang tidak ketinggalan dengan bergulirnya zaman, demokratis, serta tertib administrasi yang menjadi cirinya menjadi arena yang sangat kondusif dalam mengembangkan potensi. Namun perlu diingat, jika diibaratkan, kini Muhammadiyah seperti gajah yang sangat gemuk, sehingga untuk berjalan saja sudah kepayahan. Artinya Kebesaran Muhammadiyah berbanding lurus dengan besarnya tantangan dan persoalan yang harus dihadapi. Butuh mental baja, kecerdasan, keihlasan untuk benar-benar memperjuangkan.
  1. IMM adalah kemenangan demi kemenangan
Begitu banyak manfaat yang bisa diperoleh di IMM. Mulai dari keluarga baru, pengalaman, melatih publik speaking, kepemimpinan, menghargai perbedaan, disiplin, kerjasama, amanah, simpati, empati, dan masih banyak lagi. Yang apapun cita-citanya nanti semua itu dibutuhkan. Pada dasarnya ketika kelak berkeluarga, itu sama saja berorganisasi dengan lingkup kecil. Namun sama saja membutuhkan kemampuan yang disebutkan diatas. Yang mana suami menjadi leader dan Istri menjadi manager dan pasti akan menghadapi persoalan-persoalan harus dihadapi. Begitupun di IMM, akan dihadapkan dengan persoalan-persoalan. Dari yang sederhana sampai membuat kita susah tidur. Dari rapat yang diundang 20 yang hadir 2, dari kegiatan yang kekurangan dana, dan masih banyak lagi. Namun semua akan berujung Indah, walaupun kadang kita sampai mempertanyakan kepada Tuhan, kenapa ujungnya terlalu jauh. Namun bukankah ketika menonton pertandingan sepakbola dan mendukung salah satu tim, kebahagiaan tertinggi ketika tim yang di dukung akhirnya menceploskan di menit-menit akhir hingga akhirnya menggondol kemenangan. Bukan main girangnya. Kepahitan demi kepatihan yang menjadi manis diakhir menjadi cara tuhan menempa dan menaikan derajat manusia. Wallahu a’lam bis showab.
Jangan berharap mencapai puncak, jika tidak bersedia mendaki. mendakilah bersama IMM dan rasakan kebahagiaan demi kebahagiaan di puncak. Semakin tinggi puncak, semakin tinngi pula kebahagiaan.

Kader IMM Harus Bisa Berkembang Dimana Saja



 Galur, 22 Januari 2015



Dua puluh tujuh Rabi’ul awal hingga 1 Rabi’ul Akhir 1436 H atau bertepatan dengan tanggal 18 - 22 Januari 2015 M Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Komisariat Fakultas Teknologi Industri (FTI) bersama Komisariat Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam / Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA/JPMIPA) Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta melangsungkan Darul Arqam Dasar (DAD) yang antusias di ikuti oleh 32 peserta. Pengaderan formal tingkat pertama tersebut merupakan prosedur untuk menjadi anggota biasa IMM dan salah satu syarat khusus untuk bisa menjadi Pimpinan Komisariat IMM.

Tema yang di usung adalah menyiapkan Generasi Penerus Ikatan Berbasis Trilogi IMM sebagai Upaya Beramar Ma'ruf Nahi Mungkar. Darul Arqam yang berarti Rumah Arqam terinspirasi dari Rasulullah yang menjadikan rumah Arqam bin Abi al Arqam sebagai rumah pengaderan atau madrasah pertama Islam yang mampu menghasilkan generasi terbaik.

“Tujuan DAD tidak hanya sebagai salah satu pengaderan formal di IMM, khususnya di tingkatan komisariat. Tetapi melalui DAD kita bisa menyiapkan dan membangun pribadi-pribadi yang akan menjadi penerus dalam kepemimpinan selanjutnya. Berbasis Trilogi; humanitas, intelektualitas dan religiusitas sebagai profil untuk beramar ma’ruf nahi mungkar, baik dalam lingkup mahasiswa maupun masyarakat “, ujar ketua panitia IMMawan Nurwahyuddi ketika di tanya mengenai tema yang dipilih.

 “Saya terkesan pada panitia yang begitu semangat menyiapkan DAD, mungkin karena mereka sedang menyiapkan kader-kader penerus, pengganti agar lebih baik”, imbuh mahasiswa kelahiran Timor Timur tersebut.

“Komisariat bisa lebih menindak lanjuti bagaimana paska DAD. Tetap semangat dan selalu menjaga komunikaasi, hingga teman-teman extrainer DAD bisa lebih intens dalam keterlibatan dalam komisariat”, harap IMMawan Fuad Amsyari selaku instruktur pimpinan cabang IMM Djazman Al Kindi Kota Yogyakarta.

“Saya akan memperbaiki sikap saya, berusaha lebih berpikir kritis, membantu berlangsungnya IMM FTI dalam mencapai tujuannya” jelas IMMawan Nanang sebagai salah satu peserta DAD.
Pada hari ke-4 pelaksanaan DAD, panitia dan peserta menerima kunjungan IMMawan Sucipto, M.Pd.B.I. dan IMMawati Yuniar Wardani, S.KM.,MPH., selaku Pembina IMM, Drs., Hendro Setyono, SE, M.Sc. Hendro selaku pimpinan Biro Mahasiswa dan Alumni serta Drs., H. Abdul Fadlil, M.T., Ph.D. selaku Wakil Rektor III UAD. Pada kesempatan tersebut peserta mendapat apresiasi dan motivasi untuk terus berproses dan berjuang di IMM, yang mana kader-kader IMM secara otomatis di proyeksikan menjadi pemimpin-pemimpin Muhammadiyah di masa yang akan datang.

Ismail Taufiq,S.IP dalam sambutan mewakili Pimpinan Cabang Muhammadiyah Galur (Kulonprogo) saat penutupan DAD menyampaikan bahwa kader -  Kader IMM harus mampu tumbuh dan berkembang dimana saja berada. Beliau juga menjelaskan tiga karakter yang harus di hayati oleh IMM sebagai gerakan intelektual, yaitu bekerja keras, bekerja cerdas dan bekerja Ikhlas. Mantan sekretaris Bidang Kader Dewan pimpinan Pusat IMM tahun 1997/1998 tersebut berpesan agar jangan pernah ragu memperjuangkan Islam dengan ManhajMuhammadiyah. Kemudian beliau berterimakasih dan turut bergembira karena panitia berkenan menjadikan daerahnya menjadi tempat lahirnya kader-kader baru Muhammadiyah. Sebelum mengakhiri sambutanya, beliau meminta doa terkait wacana pendirian gedung pengaderan di daerahnya